KAJIAN DAMPAK PENERAPAN PPH FINAL 0,5 % TERHADAP UMKM DALAM RANGKA PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2018

Noor Safrina, Akhmad Soehartono, Agung Baruna Setiawan Noor

Abstract


DGT in terms of issuing Government Regulation Number 23 of 2018 which is a revision of PP No. 46 of 2013 is valid July 1, 2018 with different time limits for various tax subjects and returns to the general PPh imposition when the policy ends. The final PPh rate for MSME players has a lower turnover of Rp4.8 billion per year to 0.5% down from 1%. This policy aims to stimulate MSME business, encourage community participation and taxation knowledge. The implementation of this policy can grow the number of MSME taxpayers (WP). In 2017, the taxpayers of MSME was 2.3% (1.4 million of the 60 million SMEs). On the other hand, the implementation of the policy has a negative impact on state revenues, estimated to decrease by Rp1-1.5 trillion during July-December 2018. In order to be effective, the Government must assist MSME players in their utilization and prepare strategies to deal with various policy barriers, through bookkeeping socialization simple and easy-to-understand and affordable taxation applications, especially micro-entrepreneurs spread across Indonesia.


Full Text:

PDF

References


D. Setiawan, “Rancang Bangun Alat Pembuka dan Penutup Tong Sampah Otomatis Berbasis Mikrokontroller,” Jurteksi, vol. 1, no. 1, pp. 55–62, 2014.

Citra, “Jenis-jenis minyak,” [1] Citra, “Jenis-jenis minyak,” 2007. [Online]. Available: http://citra.wordpress.com/2009/05/09/ kerusakan-minyak-goreng/., 2007. [Online]. Available: http://citra.wordpress.com/2009/05/09/ kerusakan-minyak-goreng/.

Perkins, “Formation of Volatile Decomposition on Production in Heated Fats and Oils,” J. Food Technol., vol. 21, no. 4, pp. 125–130, 1967.

H. Wijayanti, “Pemanfaatan Arang Aktif Dari Serbuk Gergaji Kayu Ulin Untuk Meningkatkan Kualitas Minyak Goreng Bekas,” vol. 1, no. 1, 2012.

Ketaren, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia, 1986.

A. S. Irtawaty, “Klasifikasi Penyakit Ginjal dengan Metode K-Means,” J. Teknol. Terpadu, vol. 5, no. 1, 2017.

P-21

EVALUASI PERFORMANSI STREAMING VIDEO MELALUI JARINGAN IP/MPLS

EVALUATION OF VIDEO STREAMING PERFORMANCE THROUGH NETWORK IP / MPLS

Zulhelman1*, Rahmat2

,2PNJ, Kampus Baru UI, Depok

*E-mail: zulhelman@elektro.pnj.ac.id

Diterima 02-10-2018 Diperbaiki 19-11-2018 Disetujui 17-12-2018

ABSTRAK

Streaming video adalah suatu teknologi untuk memainkan file video secara langsung dan dapat segera dijalankan tanpa harus menunggu selesai didownload.Video tersebut terus “mengalir” tanpa ada intrupsi yang diambil melalui server pada jaringan.Penelitian ini bertejuan mengevaluasi performansi streaming video melalui jaringan IP/MPLS menggunakan router Mikrotik RB941, PC server, dan PC client. Jaringan menggunakan metode forwarding data melalui suatu jaringan yang menggunakan informasi label yang dilekatkan pada paket IPyaitu MPLS.Parameter pengujian performansi QoS adalahdelay, throughput, jitter, packetloss,dan menggunakan standarITU-T G.1010dan ETSI 1999-2006 di sisi client, dengan variabel banyaknya client, lebar bandwith pada router dan resolusi video.Video yang dikirimkan terdiri dari 6 macan resolusi. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa Nilai Quality of Service kategori terbaik pada pengujian video denganresolusi 144p, 240p, 360p, 480p, 720p dan 1080p yang dilakukan pada penelitian ini adalahpada kondisi bandwith 5 Mbps, 10 Mbps dan 100 Mbps dengan 2 client.

Kata kunci:Streaming, Video, MPLS, QoS, Resolusi, Bandwith,performansi

ABSTRACT

Streaming video is a technology to play video files directly and can be run immediately without having to wait for download. The video continues to "flow" without interference taken through the server on the network. This study attempts to evaluate the performance of video streaming over an IP / MPLS network using a Mikrotik RB941 router, PC server, and PC client. The network uses the data forwarding method through a network that uses the label information attached to the IP packet that is MPLS. The QoS performance testing parameters are delay, throughput, jitter, packet loss, and use the standard UU-T G.1010 and ETSI 1999-2006 on the client side, with variable number of clients, bandwidth width on the router and video resolution. The video sent consists of 6 kinds resolution. The test results show that the best category of Quality of Service in video testing with 144p, 240p, 360p, 480p, 720p and 1080p resolution which is done in this study is the condition of 5 Mbps, 10 Mbps and 100 Mbps bandwidth with 2 clients.

Keywords:Streaming, Video, MPLS, QoS, Resolution, Bandwidth, Performance

PENDAHULUAN

Jaringan MPLS saat ini banyak digunakan sebagai backbone untuk menyalurkan informasi multimedia. Berbagai bentuk informasi multimedia seperti dokumen berupa folder data, data di jaringan, dan aliran file multimedia. Untuk menyalurkan Data Multimedia tersebut di internet, dibutuhkan bandwidth yang lebih besar. Perkembangan pengguna layanan aplikasi multimedia pada internet yang sangat pesat akan meningkatkan penggunaan bandwidth, jaringan MPLS merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kebutuhan bandwidth ini, sehingga jaringan dapat dipercepat.

Aplikasi Multimedia, seperti internet telephony, video streaming danvideo conferencing systems sangat sensitif terhadap delay yang berubah-ubah dan dapat mentelorir beberapa paket yang hilang selama penyalurannya di Internet, sehingga diperlukan quality of service (QOS) untuk menjamin aplikasi multimedia real-time. QOS merupakan seperangkat parameter yang menggambarkan kualitas , contoh ; bandwidth, throughput, delay, dan jitter CPU.

Penerapan jaringan MPLS sudah banyak dilakukan, sehingga perlu dilakukan evaluasi Kinerja Jaringan tersebut, dari hasil evaluasi kinerja tersebut dapat diketahui parameter QOS yang menyebabkab rendahnya kinerja, dan dapat diusulkan perbaikan. Riset yang diusulkan ini mendukung capaian renstra dan peta jalan penelitian perguruan tinggi, khususnya PNJ yaitu Inovasicontrol system berbasis on wire dan wireless, khususnya pada penyediaan infrastruktur komunikasi wire dan wireless. Temuan dan Luaran inovasi yang ditargetkan adalah hasil evaluasi kinerja sebagai dasar untuk mencari solusi yang tepat untuk menyempurnakan kinerja sehingga berkontribusi pada pengembangan keilmuan unggulan prodi Broadband Multimedia.

Bidang Jaringan sangat penting pada system informasi saat ini, karena jaringan merupakan backbone untuk berbagi informasi pada perusahaan, Situs Pemerintah, dan kelompok- kelompok ilmu pengetahuan. Informasi ini berbentukdocuments, data folders, data yang di share dan diproses oleh berbagai pihak, dan stream berkas multimedia.

Data Multimedia membutuhkan bandwidth yang lebar di internet. Selain itu perkembangan pengguna Internet yang sangat pesat pada aplikasi multimedia. Aplikasi multimedia juga dikembangkan pada perangkat mobil oleh industry IT. Untuk mengatasi kebutuhan bandwidth yang besar itu, beberapa Negara telah mengimplementasikan jaringan backbone berbasis multiprotocol label switching (MPLS). Aplikasi multimedia sangat sensitive terhadap delay karena bersifat real time.State of the art penelitian tentang hal ini pada jurnal ilmiah adalah sebagai berikut .

Quality of Service (QoS) adalah indikator kinerja pada banyak sistem komunikasi. The Multiprotocol Label Switching (MPLS) adalah bagian dari sistem komunikasi. Salah satu pendekatan untuk mengetahui indikator kinerja QoS untuk MPLS adalah menggunakan router Mikrotik. Skenario pengujian jaringan menggunakan topologi bus, di mana berbagai jenis lalu lintas disampaikan streaming audio dan video yang memiliki berbagai ukuran file yang berbeda. Skenario pertama melibatkan 1 klien untuk mengirim dan skenario lain yang melibatkan 2 klien untuk dikirim. Hasilnya menunjukkan bahwa jaringan MPLS memenuhi standar ITU-T G.114 di mana penundaan diterima rata-rata untuk transmisi data paket kurang dari 150 ms, dalam hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai penundaan di bawah 150 ms di kedua skenario. Nilai packet loss berdasarkan standar ITU-T G.1010 kurang dari 1% di mana hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai packet loss di bawah 1% di kedua skenario. Secara keseluruhan, jaringan MPLS terbukti melayani lalu lintas multimedia yang padat. [1]

Video on Demand (VoD) dan video streaming adalah jenis layanan yang digunakan pada jaringan multimedia melalui internet (www) untuk mempermudah pengguna mengakses siaran live. Ini membutuhkan jaringan yang dapat diandalkan agar video yang akan ditampilkan mendapatkan hasil yang maksimal, dimana penelitian ini diimplementasikan menggunakan MPLS-TE (Multi-Protocol Label Switching-Traffic Engineering). Fitur utama dari MPLS adalah TE-nya, yang memainkan peran penting dalam meminimalkan kemacetan dengan load balancing efisien dan manajemen sumber daya jaringan. Karena penundaan jaringan yang lebih rendah, mekanisme forwarding yang efisien, meningkatkan kecepatan transfer paket, skalabilitas dan kinerja yang dapat diprediksi dari layanan yang disediakan oleh teknologi MPLS membuatnya lebih cocok untuk menerapkan aplikasi real-time seperti VoIP dan video streaming. Makalah ini mengevaluasi ukuran kinerja seperti waktu transfer, penundaan, throughput menggunakan OSPF sebagai protokol routing dan tunneling untuk menentukan jalur dalam proses berbagai jenis lalu lintas (video on demand, video streaming) dalam gerakan mereka dalam jaringan MPLS-TE . Hasil pengujian dari analisis Quality of Service (QoS) mengambil nilai delay minimum pada jurnal referensi MPLS-VPN yang mencapai 9,0 sedangkan nilai maksimum dalam MPLS-TE diperoleh pada analisis yaitu dengan nilai 0,015.[2]

Untuk menghilangkan masalah yang terkait dengan jaringan Internet Protocol (IP), Multi-Protocol Label Switching (MPLS) jaringan paket, mereka menggunakan teknologi label switching pada router inti IP untuk meningkatkan mekanisme routing dan membuatnya lebih efisien. Protokol yang dikembangkan mengkonfigurasi paket data dengan label tetap di awal dan di akhir domain MPLS, itu juga memungkinkan penyedia layanan untuk memberikan layanan nilai tambah seperti Virtual Private Network (VPNs), MPLS lebih cepat daripada metode standar routing dan beralih paket data. MPLS traffic engineering (MPLS TE) memberikan pemanfaatan yang lebih baik dari sumber jaringan, sementara MPLS menawarkan implementasi VPN dan interkoneksi dengan jaringan lain untuk mendapatkan komunikasi yang aman dan andal, MPLS ditingkatkan untuk mendukung fungsionalitas routing pada jaringan penyedia layanan IP konvensional. MPLS mengizinkan penyedia layanan untuk menyediakan layanan dukungan pelanggan, dan ini secara alami mendukung Quality of Service (QoS) dengan menyediakan klasifikasi dan paket yang ditandai, menghindari kemacetan, manajemen kemacetan, meningkatkan lalu lintas, dan Signalling. MPLS tidak rumit sama sekali, dan tidak perlu ada perubahan dalam struktur jaringan karena menggunakan satu Infrastruktur Jaringan Terpadu. Juga, tidak perlu menjalankan Border Gateway Protocol (BGP) di inti jaringan MPLS, ini akan meningkatkan efisiensi Internet Service Provider (ISP). Oleh karena itu MPLS menyediakan keandalan komunikasi sekaligus mengurangi penundaan dan mendukung kecepatan transfer paket.[3]

Peningkatan jumlah pengguna internet membuat layanan populer sebagai Televisi dan Telepon untuk menggunakan Internet sebagai media untuk menjangkau pelanggan mereka. Namun, menyediakan aplikasi Real-time di Internet adalah tugas yang menantang bagi jaringan IP konvensional karena menggunakan layanan terbaik yang tidak memberikan jaminan layanan dan Traffic Engineering (TE). Ketika mentransmisikan data real-time dari aplikasi seperti IP telephony, konferensi video, dan penyiaran IP, sangat penting bahwa data ditransmisikan dengan cepat dan bahkan dengan penundaan .Multi-Protocol Label Switching (MPLS) adalah teknologi baru yang memainkan peranan penting. peran dalam jaringan generasi berikutnya dengan menyediakan Quality of Service (QoS) dan TE. Ini mengatasi keterbatasan seperti penundaan yang berlebihan dan hilangnya paket jaringan IP yang tinggi dengan menyediakan skalabilitas dan kontrol kemacetan. Karena latensi rendah dan packet loss rendah selama routing paket MPLS dianggap ideal untuk aplikasi real time. Menggabungkan klasifikasi berbasis DiffServ dan (Per Hop Perilaku) PHBs dengan TE berbasis MPLS mengarah ke QoS sejati dalam backbone paket. MPLS tidak hanya mengoptimalkan QoS di jaringan, tetapi juga menyediakan aplikasi populer seperti virtual private network (VPN) dan pemulihan kegagalan. [4].

Dengan kemajuan yang berkelanjutan di Internet perangkat teknologi (IT) seperti ponsel pintar, tablet dan laptop,permintaan aplikasi real time juga meningkat.Mekanisme Quality of Service (QoS) yang andal melalui IPv6 untuk videostreaming diperlukan. Kemajuan baru menghasilkan trafik data real time yang sangat besardi internet dan mekanisme yang dapat diandalkan (QoS) telah menjadikebutuhan yang mendesak untuk memenuhi persyaratan teknologi baru dankompleksitas jaringan. Selanjutnya, Internet Protocol (IP) yang manaRuang alamat IPv4 telah habis dan alamat IPv6 sekarangbanyak digunakan. Diperlukan streaming video secara real timepeningkatan upaya untuk memenuhi persyaratan pengguna akhir. Pendekatan QoS untuk lalu lintas video streaming IPv6 menggunakan flow Labellapangan untuk mengontrol parameter jaringan telah diusulkan. Diusulkanmetode telah dibandingkan dengan berbagai skenario termasukSkenario best effort dan Differentiated Service (DiffServ) QoSpendekatan. Dalam tulisan ini, kami menyajikan hasil upaya terbaikskenario terhadap kualitas video streaming yang berbeda. [5]

METODOLOGI

Metode penelitian dilakukan dengan 2 tahap yaitu merancang jaringan dan pengujian. Setelah Perancangan dilakukan persiapan berupa router, server, dan PC, sedangkan scenario pengujian ditentukan berdasarkan tujuan dengan menetapkan variable pengujian bandwidth dan resolusi video. Untuk pengujian digunakan perangkat lunak standar, yaituWireshark danIperf. Diagram blok Jaringan dan Pengujian Sistem, Gambar 1 terdiri dari server, jaringan MPLS, dan PC Client. BlokPC Client terdapat 3 sub-blok, yaitu KODI sebagai media player dan Iperf serta Wireshark yangmerupakan tools untuk pengukuran parameter Quality of Service(QoS)streaming video yang berupa delay, jitter, packet loss dan troughput.

software Wireshark dan Iperf yang akan melakukan capture paket data dan melakukan pengukuranQuality of Service(QoS) pada saat proses komunikasi berlangsunguntuk mendapatkan nilai dari pengukuran delay, jitter, packet loss dan troughput.

Gambar 1 Diagram blok Jaringan dan Pengujian Sistem

masing-masing bagian hasil rancangan kemudian direalisasikan dengan diagram alir seperti pada Gambar 2

Gambar 2 Diagram Alir Realisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian performansi Quality of Services (QoS) pada jaringan Multi Procotol Label Switching (MPLS) saat melakukan streaming videodiperoleh dari implementasi rancangan dan pengujian performansi Quality of Services (QoS). Pengujianini bertujuan mengetahui bagaimana performansi jaringan dengan menggunakan parameter QoSpada jaringan Multi Procotol Label Switching (MPLS) saat melakukan streaming video. Parameter pengujian Quality of Services (QoS) berupa delay, throughput, jitter dan packet loss. Tools untuk melakukan pengukuran delay dan troughput menggunakan aplikasiWireshark sedangkan untuk melakukan pengkuran jitter dan packet loss menggunakan aplikasi Iperf.

Hasil Pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.1, dimana pengujian ini dilakukan dengan melakukan pengukuran Qualty of Services (QoS) pada jaringan Multi Protocol Label Switching (MPLS) saat melakukan streaming video. Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa bandwith, traffic dan resolusi video dapat mempengaruhi performansi Quality of Services (QoS). Pengujian dilakukan dengan 2clientdan bandwith 1 Mbps. Sedangkan variabelnya adalah resolusi video.

Tabel 1 Hasil Pengujian Performansi QOS dengan Bandwidth 1 Mbps, 2 client

Berdasarkan Tabel 1 dibuat grafik pengaruh resolusi video terhadap nilai delay,

Gambar 3 Grafik Pengaruh Resolusi Video Terhadap Jitter

Grafik pada Gambar4.1, menunjukan pemutaran video dilakukan dengan resolusi 144p, 180p, 360p, 480p, dan 720p didapatkan nilai delay sebesar 7.513s; 8.644; 7.914s; 7.253s dan8.183syang dimana nilai delay pada pengujian ke-1 sampai ke-5 tidak ada nilai delay lebih dari 10s sehingga memenuhi standar ITU-T G.1010. Sedangkan padapengujian ke-6 saat pemutaran video dengan resolusi 1080p, didapatkan nilai delay 10,74s. Nilai delay tersebut tidak memenuhi standar ITU-T G.1010 karena delay sedikit melebihi 10s, hal ini disebabkan oleh resolusi video 1080p yang mempunyai sizebesar tetapi pemberian bandwith pada jaringan MPLS terlalu kecil yaitu hanya 1 Mbps, yang mengakibatkanpeningkatkan antrian paket-paket video yang menyebabkan waktu pengukuran paket-paketvideo(time span) meningkat, sehingga jumlah penguranganantara nilai time span dengan time video melebihi 10s walaupun tidak terpaut jauh.

Pada gambar 4.2 grafik menunjukan nilai Jitter dari pengujian ke-1 sampai pengujian ke-6 yaitu 3.484ms, 3.019ms, 3.813ms, 4.136ms, 3.342ms, dan 2.863ms yang memenuhi kategori “Baik” pada standar ETSI 1996-2006. Hal ini disebabkan karena paket-paket video melalui jaringan dengan bandwith yang sebesar 1Mbps pada jaringan MPLSsehingga meningkatkan antrian paket menyebabkan nilaidelay yangcenderung tinggi. Nilai delay yang tinggi berkorelasi dengan jitter yang tinggi juga, sehingga tingginya nilai jitter pada pengujian ke-1 sampai ke-6 berada pada kategori “Baik” pada standar ETSI 1996-2006.

Gambar 4 Grafik Pengaruh Resolusi Video Terhadap Jitter

Pada gambar 4.3 grafik menunjukan nilai throughput dari pengujian pertama sampai pengujian ke-6 didapatkan nilai sebesar 208k; 307k; 695k; 934k; 1171k, dan 1555k, nilai tersebut semakin besar berbanding lurus dengan nilai resolusi video. Hal ini terjadi karena pemberian bandwith sebesar 1 Mbps pada jaringan MPLS masih dapat mennangani traffic dari 2 clientyang melakukan streaming video pada saat yang bersamaan.Terbukti saat melakukan streaming video berjalan lancar tanpa buffering.

Gambar 5 Grafik Pengaruh Resolusi Video Terhadap Throughput

Pada gambar 4.4 grafik menunjukan nilaiPacket Loss pada pengujian ke-1dan kedua yaitu sebesar 2% dan 2.9%yang termasuk dalam kategori “Sangat Baik” dan pengujian ke-3 sampai ke-6 yang bernilai 3.1%, 4 , 4.1% dan 4% yang termasuk kategori “Baik” berdasarkan ETSI 1996-2006. Resolusi video pada pengujian ke-1 dan ke-2 adalah 144p dan 180p, dimana sizevideo terbilang kecil. Size tersebut masih dapat di tangani oleh jaringan, walaupun bandwith yang diberikan hanya 1 Mbps paket yang hilang hanya 2% dan 2,9% sehingga termasuk kategori “Sangat Baik” berdasarkan ETSI 1996-2006. Sedangkan pada pengujian ke-3 sampai ke-6 resolusi video sebesar 360p; 480p; 720p dan 1080p yang dimana jaringan tidak dapat mengnangani size dari video-video tersebut pada kondisi packet loss di kondisi dibawah 3 ms sehingga pengujian ke-3 sampai ke-6 masuk dalam kategori “Baik” berdasarkan ETSI 1996-2006.

Gambar 6 Grafik Pengaruh Resolusi Video Terhadap Packet Loss

Pada pengujian bandwith diatur pada nilai 5 Mbps dengan client yang melakukan streaming secara bersamaan sebanyak 2 client.Didapatkan data hasil pengujian pada Tabel 2.

Tabel 1 Hasil Pengujian Performansi QOS dengan Bandwidth 1 Mbps, 2 client

Pada Tabel 2 ditunjukan bahwa pengaruh resolusi video terhadap nilai delay, jitter, throuhput, dan packet loss yang dapat dilihat nilai delay 9.562s; 5.602s; 6.270s; 4.921s; 5.674s dan 5.695syang dimana nilai delay pada pengujian ke-7 sampai ke-12 tidak ada nilai delay lebih dari 10s sehingga semua nilai tersebut memenuhi standar ITU-T G.1010. Nilai-nilai delay tersebutmemenuhi standar ITU-T G.1010 disebabkan olehkecilnya antrian paket-paket video dari traffic 2 client yang melakukan streaming video di waktu yang bersamaan pada jaringan MPLS dengan bandwith 5 Mbps. Kecilnya antrian paket-paket video tersebut menyebabkan waktu pengukuran paket-paketvideo(time span) tidak meningkat, sehingga jumlah pengurangan antara nilai time span dengan time video pada pengujian ke-7 sampai ke-12 tidak melebihi 10s.

Pada Tabel 4.2 diketahui nilai jitter dari pengujian ke-7 sampai dengan ke-12 didapatkan nilai sebesar 0.212ms; 0.371ms; 0.212ms; 0.319ms; 0.209ms dan 0.160ms yang dimana semua nilai tersebut memenuhi kategori “Sangat Baik” berdasarkan ETSI 1999-2006. Hal ini dikarenakan paket-paket video melalui jaringan dengan lebar bandwith sebesar 5Mbps sehingga antrian paket-paket video tidak terlalu tinggi yang menyebabkan nilai delay cenderung rendah. Nilai delay yang rendah berkorelasi dengan jitter yang rendah juga, sehingga nilai jitter pada pengujian ke-7 sampai ke-12 berada pada kategori “ Sangat Baik” pada standar ETSI 1996-2006.

Sedangkan pengaruh Resolusi Video terhadap Throughputdari pengujian ke-7 sampai ke-12 didapatkan nilai sebesar 209k; 360k; 700k; 944k; 1183k dan 1588k, nilai tersebut semakin besar berbanding lurus dengan nilai resolusi video. Hal ini terjadi karenabandwith sebesar 5 Mbps pada jaringan masih dapat mennangani traffic dari 2 clientyang melakukan streaming video pada saat yang bersamaan.Terbukti saat melakukan streaming video berjalan lancar tanpa buffering.

Pengaruh Resolusi Video Terhadap Packet Loss ditunjukan nilai Packet Loss dari pengujian ke-7 sampai ke-12 memenuhi kategori “Sangat Baik” berdasarkan ETSI 2000 1999-2006 karena semua bernilai 0% yang menandakan tidak ada paket yang hilang selama client melakukan streaming video.

Selanjutnya dilakukan Pengujian 2 client dengan bandwith 10 Mbps,100Mbpsdengan client yang melakukan streamingsecara bersamaan sebanyak 2 client, dan 5 client.pengaruh resolusi video terhadap nilai delay, jitter, throuhput, dan packet loss yang dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Grafik Perbandingan delay

Grafik Gambar 5 menunjukan perbandingan delay antara 2 client dan 5 client terhadap perubahan bandwidth dengan variable resolusi video, terlihat delay pada 2 client untuk semua resolusi dibawah 10 ms kecuali pada kondisi bandwidth 1 Mbps dengan resolusi video 1080p.Sedangkan pada kondisi 5 client semua delay diata 10 ms, nilai ini tidak memenuhi standar ITU G.1010. Dapat disimpulkan bahwa jumlah client yang melakukan streaming video sebanyak 2 client lebih baik dibandingkan 5 client.

Untuk Jitter dapat dilihat pada Gambar 8

Gambar 8 Grafik Perbandingan jitter

Grafik pada Gambar 8 menunjukan jitter pada kondisi bandwidth 1 Mbps disemua level resolusi menempati kategori baik berdasarkan ETSI 1999-2006 dengan nilai rata-rata jitter 5 client lebih tinggi dibandingkan 2 client. Sedangkan pada kondisi bandwidth 5 Mbps, 10 Mbps, dan 100 Mbps nilai jitter fluktuatif dan memenuhi kategori sangat baik.

Hasil Pengujian Throughput dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Grafik Perbandingan Throughput

Gambar 4.6 adalah grafik perbandingan trouhput antara 2 client dan 5 client trerhadap perubahan bandwidh dan resolusi. Grafik menunjukan throughput pada kondisi bandwidth 1 Mbps 1 Mbps dengan 5 client tidak ada yang melebihi 400 kbps, hal ini disebabkan bandwdth pada jaringan MPLS hanya 1 Mbps tidak dapat menangani trafik yang menyebabkan delay sangat tinggi. Delay yang sangat tinggi ini mengakibatkan waktu pengukuran paket menjadi besar. Sedangkan untuk kondisi 5 Mbps, 10 Mbps, dan 100 Mbps dengan semua level resolusi , throughput mengikuti resolusi video pada jumlah client 2 atau 5.

Hasil pengujian paket loss dapat dilihat pada Gambar 10

Gambar 10 Grafik Perbandingan Packet loss

Gambar 10 memperlihatkan pada kondisi bandwidth 1 Mbps di setiap level resolusi paket loss dengan 5 client lebih tinggi dibandingkan 2 client, sedangkan pada bandwidth 5 Mbps, 10 Mbps, dan 100 Mbps, paket loss 0 % pada semua resolusi video.

KESIMPULAN

Hasil pengujian performansi jaringan MPLS dalam streaming video, dengan parameter pengukuran delay dipengaruhi oleh resolusi dan jumlah client Pada kondisi jumlah client 5, semua nilai delay tidak memenuhi standar ITU-T G.1010. Nilai jitterdari pengujian video dengan client 2 dan 5 pada resolusi video 144p, 180p, 360p, 720p, dan 1080pmemenuhi kategori “Sangat Baik” padabandwith 5 Mbps ,10 Mbps dan 100 Mbps berdasarkan ETSI 1999-2006. Sedangkan pada bandwith 1 Mbps kualitas jitter hanya memenuhi kategori “Baik” berdasarkan ETSI 1999-2006 dengan client.

Nilai throughput terkecil terdapat pada kondisi bandwith sebesar 1Mbps dengan jumlah client yang melakukan streaming video sebanyak 5.

Packet Loss pengujian video dengan client 2 dan 5 pada resolusi video 144p, 180p, 360p, 720p, dan 1080pmemenuhi kategori “Sangat Baik” pada kondisi bandwith 5 Mbps,10 Mbps dan 100 Mbps berdasarkan ETSI 1999-2006. Sedangkan pada bandwith 1 Mbps kualitas jitter hanya memenuhi kategori “Baik” berdasarkan ETSI 1999-2006.

Kondisi terbaik untuk melakukan streaming video dengan resolusi 144p, 240p, 360p, 480p, 720p dan 1080p adalah pada bandwith 5 Mbps, 10 Mbps dan 100 Mbps dengan 2 client.

SARAN

Karena kondisi terbaik untuk melakukan streaming video dengan resolusi 144p, 240p, 360p, 480p, 720p dan 1080p adalah pada bandwith 5 Mbps, 10 Mbps dan 100 Mbps dengan 2 client maka disarankan untuk mencarikan solusi agar jaringan ini scalable.

DAFTAR PUSTAKA

Gozali . 2017. Analisa Quality of Service (QoS) Trafik Multimedia Pada Pemodelan Jaringan Multiprotocol Label Switching (MPLS) Menggunakan Router Mikrotik. Jom FTEKNIK Volume 4 No. 2.

Wahanani, . Saputra, Freitas. 2018. ” Performance Analysis of Video on Demand and Video Streaming on The Network MPLS Traffik Engineering, International Journal of GEOMATE, Vol.15, Issue 50, pp. 141 – 148.

Albdoor.2017. Analysis of MPLS and IP Networks Performance to Improve the Qos using Opnet Simulator. Journal of Emerging Trends in Computing and Information Sciences Vol. 8 No. 1, ISSN 2079-8407.

Almofari.2017. Study of Voice and Video Performance on IP and MPLS Networks. J. Modern Sci. Eng. Vol.1, No.1 (7112) 1-9

Hassan. Jabbar. “End-to-End (e2e) Quality of Service (QoS) For IPv6Video Streaming”, ICACT 19 ~ 22.

P-22

RANCANG BANGUN SYSTEM OTOMATISASI PENYIRAMAN DAN PEMUPUKAN TANAMAN DENGAN PENGONTROLAN SUHU DAN KELEMBABAN MEDIA TANAM

DESIGN AND DEVELOPMENT OF AUTOMATIC SYSTEM FOR WATERING AND FERTILIZATION OF PLANTS BY CONTROLING TEMPERATURE AND HUMIDITY OF PLANT MEDIA

Nurwahidah Jamal1*, Nur Yanti2, Qory Hidayati3, Alfian Ahkam S3

,2,3Politeknik Negeri Balikpapan, Jl. Soekarno Hatta KM 8, Balikpapan

nurwahidah.jamal@poltekba.ac.id

Diterima 02-10-2018 Diperbaiki 12-11-2018 Disetujui 10-12-2018

ABSTRAK

Budidaya daya tanaman holtikultura memerlukan perawatan yang intensif berupa penyiraman dan pemupukan yang teratur sesuai dengan resistensi media tanam dan karakteristik dari tanaman. Tidak tersedianya informasi yang tepat dan terbatasnya waktu untuk melakukan penyiraman dan pemupukan tanaman menuntut petani untuk segera beralih ke system otomatisasi penyiraman dan pemupukan tanaman. Pemberian air dan pupuk pada tanaman secara otomatis yang dikendalikan oleh mikrokontroller arduino berdasarkan data hasil pengukuran/deteksi suhu dan kelembaban udara di sekitar tanaman oleh sensor DHT11 menjadi solusi untuk meringankan pekerjaan dan meningkatkan produktivitas. System otomatisasi bekerja berdasarkan informasi beberapa sensor mengenai kondisi lingkungan tanaman dengan pengontrolan mikrokontroller arduino. Penyiraman dilakukan maksimal 2 kali sehari, dilakukan melalui pembacaan suhu dan kelembaban udara oleh sensor DHT11, pembacaan kandungan air pada media tanam oleh sensor soil moisture, serta RTC sebagai pembatas jumlah penyiraman dalam satu hari. Pemupukan dilakukan melalui pembacaan sensor cahaya, dan RTC sebagai pembatas jumlah pemupukan dalam satu minggu.

Kata kunci:Otomatisasi, Arduino, Sensor, Penyiraman, Pemupukan

ABSTRACT

Cultivation of horticultural plants requires intensive care in the form of regular watering and fertilization in accordance with the planting media resistance and characteristics of the plants. The unavailability of appropriate information and the limited time to water and fertilize plants requires farmers to immediately switch to automation systems for watering and fertilizing plants. The provision of water and fertilizer to plants automatically controlled by the Arduino microcontroller based on data from the measurement / detection of temperature and humidity of the air around the plants by the DHT11 sensor becomes a solution to ease work and increase productivity. The automation system works based on several sensor information about the condition of the plant environment by controlling the Arduino microcontroller. Watering is caried out at least 2 times a day through the reading of temperature and air humidity by the DHT11 sensor, the reading of water content in the planting medium by soil moisture sensors, and the RTC as a limiting number of watering in one day. Fertilization is carried out through reading light sensors, and RTC as a limiting number of fertilization ones in a week.

Keywords: Automation, Arduino, Sensors, Watering, Fertilization

PENDAHULUAN

Budidaya daya tanaman holtikultura memerlukan perawatan yang intensif agar pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman menjadi lebih baik sehingga hasil budi daya tanaman menjadi maksimal. Salah satu perawatan yang perlu diberikan terhadap tanaman adalah penyiraman dan pemupukan.

Menurut Sarief (1986) pemberian pupuk organik yang tepat dapat memperbaiki kualitas tanah dan tersedianya air yang optimal dapat memperlancar serapan hara tanaman serta merangsang pertumbuhan akar. Perawatan tanaman berupa penyiraman air dan pemupukan tanaman perlu dilakukan secara teratur sesuai dengan resistensi media tanam dan karakteristik dari tanaman

Permasalahan yang dihadapi oleh petani budidaya tanaman saat ini adalah tidak tersedianya informasi yang tepat dan terbatasnya waktu untuk melakukan penyiraman dan pemupukan tanaman.

Pemberian air dan pupuk pada tanaman secara otomatis yang dikendalikan oleh mikrokontroller arduino berdasarkan data hasil pengukuran/deteksi suhu dan kelembaban udara di sekitar tanaman oleh sensor DHT11 menjadi solusi untuk meringankan pekerjaan dan meningkatkan produktivitas petani budidaya tanaman.

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan cara menggali, mendalami, membuat rancangan, merealisasikan rancangan, melakukan pengujian hardware dan system, serta analisis untuk kemudian dipaparkan menggunakan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Metedologi diawali dengan melakukan kajian referensi untuk mendapatkan informasi terkait dengan materi yang akan diteliti.

Tahapan kedua adalah perancangan system dengan melakukan perumusan tahapan-tahapan dan analisis peralatan/komponen elektronik yang diperlukan serta parameter yang mempengaruhinya. Blok diagram system dapat dilihat pada gambar 3.

Hardware yang digunakan pada penelitian ini antara lain; arduino Mega 2560 sebuah mikrokontroller yang berbasis Arduino menggunakan chip ATmega2560 dengan pin I/O yang cukup banyak, dilengkapi dengan sebuah oscillator 16 Mhz, sebuah port USB, power jack DC, ICSP header, dan tombol reset.

Gambar 1. Blok Diagram Sistem

Sensor DHT11, sensor suhu dan kelembaban untuk mensensing suhu dan kelembaban udara, memiliki output sinyal digital yang sudah terkalibrasi.

Sensor Soil Moisture, sensor yang berfungsi untuk mendeteksi tingkat kelembaban tanah dan juga dapat digunakan untuk menentukan apakah ada kandungan air pada media tanam/sekitar sensor.

Sensor LDR (Light Dependant Resistor), salah satu jenis resistor yang dapat mengalami perubahan resistansi apabila mengalami perubahan penerimaan cahaya. Besarnya nilai hambatan pada Sensor Cahaya LDR (Light Dependent Resistor) tergantung pada besar kecilnya cahaya yang diterima oleh LDR itu sendiri.

Sensor Ultrasonik HC-SR04, sensor pengukur jarak berbasis gelombang ultrasonic, Gelombang ultrasonik di pancarkan kemudian di terima balik oleh receiver ultrasonik. Jarak antara waktu pancar dan waktu terima adalah representasi dari jarak objek.

RTC (Real Time Clock) berfungsi menghitung waktu yang dimulai dari detik, menit, jam, hari, tanggal, bulan, hingga tahun dengan akurat.

Selain hardware diperlukan juga software arduino programming yang digunakan untuk menulis kode dalam bahasa pemrograman arduino untuk menginstruksikan arduino dan mini garden sebagai media tanam.

Mini garden terbuat dari kayu ulin dengan panjang dan lebar masing-masing 100 cm dan tinggi 80 cm. Saluran air untuk penyiraman dan pemupukan terbuat dari pipa ½ cm. Sedangkan media tanam terdiri atas sekam, tanah kompos dan tanah dengan komposisi : 2.5 karung tanah dan kompos, 4 karung tanah, dan 0.5 karung kecil sekam.

Sample tanaman yang digunakan adalah tanaman cabai rawit sebanyak 4 pohon yang ditanam pada mini garden dari pembibitan setelah berusia 1 bulan.

Tahapan selanjutnya adalah uji coba hardware dan pengujian system.

Gambar 2. Media Tanam

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji coba hardware

a. Sensor DHT11

Uji pembacaan suhu dan kelembaban udara sensor DHT11 dilakukan dengan meletakkan sensor DHT11 yang berada di dekat objek tanaman, sensor membaca nilai temperatur udara dan kelembaban udara dengan baik.

Gambar 3. Hasil Pengujian Sensor DHT11

Pada pengujian kelembaban udara dan temperatur udara menunjukkan kelembaban udara: 95.00 dan temperature 27. 00.

b. Sensor Soil Moisture

Pengujian sensor soil moisture atau kelembaban tanah, dilakukan dengan mengunakan sampel tanah kering, setengah basah, dan basah, dengan skala 0 – 100 dalam satuan persen.

Gambar 4. Data Pengujian Kelembaban Tanah Kering

Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa sensor kelembaban tanah dapat membaca tingkat kelembaban tanah dengan akurat. Kelembaban pada tanah kering sebesar 15 %, tanah setengah basah 51 %, dan tanah basah 72 %. Data pengujian untuk tanah kering dapat dilihat pada gambar 4.

c. Sensor LDR

Uji pembacaan sensor LDR dilakukan menggunakan dua buah sensor yang diberi nama satu (sensor satu) dua (sensor dua). Sensor diatur untuk beberapa kondisi cahaya, mulai dari cahaya terang, redup, dan gelap. Hasil pembacaan dinyatakan dalam satuan persen (%). Sensor mampu membaca nilai dengan baik yang dinyatakan dalam satuan persen. Hasil pembacaan dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Hasil Pengujian KondisiBanyak Cahaya

Pengujian kondisi redup dan gelap diperoleh hasil pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengujian Kondisi Cahaya

Terang Redup Gelap

% 60% < nilai < 72% 0% < nilai < 29%

d. Sensor Ultrasonic

Dalam pengujian pembacaan sensor jarak (ultrasonik) pada penampungan pupuk cair dan penampungan air, sensor diletakkan pada penutup masing-masing penampungan.

Pada pengujian penampungan pupuk cair, komposisi isi penampungan adalah 60 liter air dan 250 ml pupuk cair organik NASA. Batas minimum parameter sensor yaitu 100 cm dan maksimum 5 cm.

Hasil dari pembacaan sensor ultrasonik adalah 41 cm, dan 49 cm, tergantung dari jarak benda dengan sensor ultrasonik.

Gambar 6. Hasil Pengujian TinggiPermukaan Pupuk Cair

e. RTC

Pengujian RTC dilakukan untuk menambahkan fitur waktu dan batas melakukan penyiraman dan pemupukan.

f. System Penyiraman

Penyiraman terjadi jika semua kondisi yang telah ditetapkan terpenuhi. Maksimal penyiraman 2 kali sehari. Proses penyiraman dilakukan dengan membaca output sensor kelembaban tanah, suhu dan kelembaban udara serta RTC sebagai pembatas jumlah penyiraman dalam satu hari, jika semua output sensor tersebut sesuai dengan parameter yang ditetapkan maka proses penyiraman secara otomatis akan dilakukan.

g. System Pemupukan

Proses pemupukan dilakukan dengan membaca sensor cahaya, dan RTC sebagai pembatas jumlah pemupukan dalam satu minggu, jika semua output sensor tersebut sesuai dengan parameter yang ditetapkan maka proses pemupukan akan dilakukan.

h. Pengujian System

Pegujian system dilakukan untuk memastikan apakah system berjalan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Pengujian system dilakukan selama 7 (tujuh) hari dari tanggal 4 Juli sampai 10 Juli 2018. Pengamatan yang dilakukan adalah proses penyiraman pada waktu pagi, siang, dan sore hari. Hasil pengujian system dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari table 2 dapat diketahui bahwa maksimal penyiraman dalam 1 (satu) hari adalah 2 kali. Penyiraman terjadi pada pagi, siang, dan sore hari. Sedangkan pemupukan terjadi pada hari ke 7 (tujuh). Penyiraman dan pemupukan hanya terjadi jika persyaratan-persyaratan yang ditetapkan terpenuhi.

Tabel 2. Hasil Pengujian System

Waktu Sensor Keterangan

Hari/tanggal Waktu Kelembaban

Tanah (%) Cahaya

(%) Temperatur

Udara (%) Kelembaban

Udara

/7/2018 Pagi 65 84 27 95 Penyiraman

Siang 61 95 32 90 Penyiraman

Sore 60 53 30 95

/7/2018 Pagi 55 79 26 95 Penyiraman

Siang 74 92 30 85

Sore 72 51 29 95

/7/2018 Pagi 73 88 27 95

Siang 69 96 29 90 Penyiraman

Sore 63 50 29 95

/7/2018 Pagi 65 83 27 95 Penyiraman

Siang 59 94 32 85 Penyiraman

Sore 55 56 31 95

/7/2018 Pagi 71 86 28 95 Penyiraman

Siang 68 97 32 85 Penyiraman

Sore 64 48 30 95

/7/2018 Pagi 65 82 27 95 Penyiraman

Siang 60 98 31 87 Penyiraman

Sore 56 49 29 95

/7/2018 Pagi 74 85 27 95

Siang 71 97 33 86 Penyiraman

Sore 67 51 30 95 Pemupukan

KESIMPULAN

Setelah melewati tahap desain, implementasi dan evaluasi, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Otomatisasi system berfungsi dengan baik, proses penyiraman dan pemupukan dilakukan secara otomatis.

Penyiraman hanya terjadi maksimal 2 (dua) kali sehari dan pemupukan 1 (satu) dalam 1 (satu) minggu.

Secara keseluruhan, rancangan yang dibuat sesuai dengan perencanaan yang dilakukan dalam metodologi penelitian.

Rancangan dapat diimplementasikan pada pengontrolan tanaman dengan jumlah tanaman yang lebih banyak atau kebun yang lebih luas.

SARAN

Pengontrolan system penyiraman disempurnakan agar tidak terjadi penyiraman pada siang hari.

Waktu untuk pengujian dan pengambilan data diberi rentang waktu yang lebih lama lama lagi untuk mendapat data proses pemupukan yang lebih akurat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada Unsur Pimpinan dan Kepala P3M Politeknik Negeri Balikpapan yang telah mengupayakan pendanaan dalam pelaksanaan penelitian ini, terima kasih juga kepada tim atas kerjasamanya selama melakukan penelitian, sehingga penelitian ini berjalan baik dan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Mohanraj I, Kirthika. A,Naren J, ”Field Monitoring and Automation using IoT in Agriculture Domain”

Deni Kurnia, Adolf Asih Suprianto, “Rancang Bangun Prototipe Gardening Smart System (GSS) Untuk Perawatan Tanaman Anggrek Berbasis Web”, Simetris, Vol 7 No.1 April 2016, hal 191 – 198.

Abdul Kadir, “Buku Pintar Pemrograman Arduiono”, Mediakom Yogyakarta, 2014.

Heri Andrianto, AAN Darmawan, ”Arduino Belajar Cepat dan Pemrograman ”, Informatika Bandung, 2016.

Food and Agriculture Organization of the United Nations, “Budidaya Cabai yang Baik dan Benar”, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

Yasodharan. R, Srinidhi. B, Gowtham. R, Kishore Kumar. K, Sabari. S, “A Comparison of Different Automation Techniques Used in Agricultural Field To Automate The Irrigation And Other Process,”, International Journal of Recent Trends in Engineering & Research, Volume 04, Issue 01; January – 2018

Dian Megah Sari, Zulfajri B. Hasanuddi, Dewiani, “Sistem Kontrol Dan Monitoring Pertumbuhan Tanaman Hortikultura Pada Smart Garden”, JURNAL IT, Vol 8 No.1 2017

P-23

KAJIAN DAMPAK PENERAPAN PPH FINAL 0,5 % TERHADAP UMKM DALAM RANGKA PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2018

ASSESSMENT OF THE IMPACT OF THE 0.5% FINAL PPH IMPLEMENTATION ON UMKM IN THE FRAMEWORK OF TAX RECEIPT OF TARGET 2018

Noor Safrina1*, Akhmad Soehartono2, Agung Baruna Setiawan Noor3

Akuntansi, PoliteknikNegeri Banjarmasin, Jln. H.Hasan.Basry, Banjarmasin.70123

Kantor PelayananPajakPratama Gresik Utara, Jln. Dr.Wahidin Soedirohusodo 700, Gresik

Mahasiswa Akselerasi Magister Institut Pertanian Bogor, Jln. Raya Dramaga, Bogor

*E-mail:safrinanoor.99@gmail.com, tono.ak99@gmail.com

Diterima 03-10-2018 Diperbaiki 13-11-2018 Disetujui 05-12-2018

ABSTRAK

DJP dalam hal menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang merupakan revisi dari PP Nomor 46 Tahun 2013 berlaku 1 Juli 2018 dengan batasan waktu yang berbeda bagi berbagai subyek pajak dan kembali pada pengenaan PPh umum saat kebijakan berakhir. Besaran tarif PPh final bagi pelaku UMKM beromzet kurang dari Rp4,8 miliar pertahun menjadi 0,5% turun dari 1%. Kebijakan ini bertujuan untuk menstimulus bisnis UMKM, mendorong peran serta masyarakat dan pengetahuan perpajakan. Implementasi kebijakan ini dapat menumbuhkan jumlah wajib pajak (WP) UMKM. Pada tahun 2017, WP UMKM sebesar 2,3% (1,4 juta dari 60 juta pelaku UMKM). Di sisi lain, implementasi kebijakan berdampak negatif terhadap penerimaan negara, diperkirakan penurunan sebesar Rp1-1,5 triliun selama Juli-Desember 2018. Supaya berjalan efektif, Pemerintah harus membantu pelaku UMKM dalam pemanfaatannya dan mempersiapkan strategi untuk menghadapi berbagai penghambat kebijakan, melalui sosialisasi pembukuan sederhana dan aplikasi perpajakan yang mudah dipahami dan terjangkau, khususnya pelaku usaha mikro yang tersebar di Indonesia.

Kata Kunci: Direktorat Jenderal Pajak, Dampak, Wajib Pajak, Pajak Penghasilan Final, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, PP No. 23 Tahun 2018, Penerimaan Pajak

ABSTRACT

DGT in terms of issuing Government Regulation Number 23 of 2018 which is a revision of PP No. 46 of 2013 is valid July 1, 2018 with different time limits for various tax subjects and returns to the general PPh imposition when the policy ends. The final PPh rate for MSME players has a lower turnover of Rp4.8 billion per year to 0.5% down from 1%. This policy aims to stimulate MSME business, encourage community participation and taxation knowledge. The implementation of this policy can grow the number of MSME taxpayers (WP). In 2017, the taxpayers of MSME was 2.3% (1.4 million of the 60 million SMEs). On the other hand, the implementation of the policy has a negative impact on state revenues, estimated to decrease by Rp1-1.5 trillion during July-December 2018. In order to be effective, the Government must assist MSME players in their utilization and prepare strategies to deal with various policy barriers, through bookkeeping socialization simple and easy-to-understand and affordable taxation applications, especially micro-entrepreneurs spread across Indonesia.

Keywords: Directorate General of Taxes, Impacts, Taxpayers, Final Income Taxes, Micro and Small and Medium Enterprises, PP. 23 of 2018, Tax Revenue

PENDAHULUAN

Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara, penerimaan negara dari sektor pajak memegang peranan yang sangat penting untuk kelangsungan sistem pemerintahan suatu negara (Susilo dan Akbar, 2014; Yusuf, 2013). Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Annisa dkk (2013) bahwa pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta bagi masyarakat khususnya wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Perekonomian Indonesia saat ini didukung oleh Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM). Tahun 2017, menurut Amalia (2018) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mencatat kontribusi sektor UMKM terhadap PDB meningkat dari 57,8% menjadi 60,34%. Insentif fiskal berupa penurunan tarif pajak UMKM tentu menjadi angin segar tersendiri bagi mereka. Sebab, secara otomatis pajak yang mereka bayarkan lebih rendah dari yang sebelumnya mereka bayarkan. Pengusaha akan mendapatkan tambahan simpanan modal yang dapat digunakan untuk mengembangkan usaha mereka, khususnya bagi pengusaha yang baru merintis. Selain itu, hal ini juga akan membuat pengusaha menjadi lebih kompetitif.

Seperti kita ketahui, menurut Gunarto (2018) beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo menyosialisasikan revisi peraturan PPh Final UMKM terbaru untuk Wajib Pajak dalam negeri yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, Persekutuan Komanditer, Firma, atau Perseroan Terbatas yang memiliki dan menerima peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 tahun pajak. Aturan pajak yang biasa dikenal dengan aturan pajak UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) direvisi terutama tarif yang sebelumnya 1% kini diturunkan menjadi 0,5%. Revisi peraturan perpajakan tersebut disahkan dengan Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2018 pada 8 Juni 2018 lalu. Disahkannya PP 23 tahun 2018 tersebut resmi mengganti dan mencabut PP 46 tahun 2013. Pemerintah berharap insentif tersebut dapat mengurangi beban sektor UMKM, sekaligus meningkatkan kepatuhan perpajakan. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, total penerimaan pajak dari sektor UMKM relatif rendah di kisaran Rp3 triliun-Rp4 triliun.

Dengan penurunan tarif PPh final, kita berharap masyarakat dari UMKM tidak terbebani sehingga dari sisi kepatuhan meningkat. Karena kalau final berarti mereka tidak perlu membuat pembukuan, yang penting mereka lapor berapa omset mereka.

Tidak dapat dipungkiri, menurut Suwiknyo (2018) dan Yoga (2018) bahwa kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap perekonomian diharapkan makin besar pasca peluncuran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mendorong pelaku UMKM agar lebih ikut berperan aktif dalam kegiatan ekonomi formal.

Kebijakan ini memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM dalam pembayaran pajak dan pengenaan pajak yang lebih berkeadilan, serta meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia. Konsep berkeadilan dalam implementasi PP 23/2018 menurut Yoga (2018) tampak dari aspek beban pajak yang ditanggung pelaku UMKM menjadi lebih kecil. Dengan beban yang makin kecil pelaku UMKM memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi.

Pelaku UMKM juga semakin berperan dalam menggerakkan roda ekonomi untuk memperkuat ekonomi formal dan memperluas kesempatan untuk memperoleh akses terhadap dukungan finansial. Selain itu, ketentuan ini juga memberikan waktu bagi pelaku UMKM untuk mempersiapkan diri sebelum wajiib pajak melaksanakan hak dan kewajiban pajak secara umum sesuai dengan ketentuan UU Pajak Penghasilan. Adapun secara umum ketentuan tersebut mengatur pengenaan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) bagi wajib pajak yang peredaran bruto (omzet) sampai dengan Rp4,8 miliar dalam satu tahun, yang merupakan perubahan atas ketentuan pengenaan PPh Final sebelumnya (PP 46 Tahun 2013). Pokok perubahan pengaturannya mencakup penurunan tarif PPh Final dari 1% menjadi 0,5% dari omzet, yang wajib dibayarkan setiap bulannya.

Tulisan ini berupaya menguraikan dampak penerapan tarif Pajak Penghasilan final bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah sebesar 0,5 persen yang dinilai bisa mendorong kegiatan bisnis para pelaku usaha kecil. Diharapkan kebijakan pajak ini dapat menjadi insentif dan perangsang bagi pelaku UMKM agar usahanya semakin tumbuh, berkembang, dan maju. Serta diharapkan pula adanya revisi kebijakan tarif PPh Final, dari sebelumnya sebesar 1 persen menjadi 0,5 persen ini, juga bisa memberikan keadilan dan kepastian hukum agar terjadi penambahan basis pajak dari penerapan pajak UMKM yang lebih ramah dan adil, sehingga penerimaan negara, terutama di bidang perpajakan untuk tahun 2018, dapat tercapai.

TUJUAN

Melihat permasalahan yang telah dijelaskan di atas, kajian ini dibuat untuk mengetahui dampak penerapan tarif Pajak Penghasilan final bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah sebesar 0,5 persen yang dinilai bisa mendorong kegiatan bisnis para pelaku usaha kecil, dalam rangka pencapaian penerimaan paja tahun 2018.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif (telaah literatur). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada. Telaah literatur dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan dampak penerapan yang akan terjadi, akibat pemberlakuan peraturan baru dalam bidang perpajakan, yaitu Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018, tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

Mengingat sifatnya sebagai penelitian telaah literatur, maka penelitian ini akan menggunakan data sekunder sebagai data utama, yaitu sumber data yang akan diperoleh penulis melalui kajian pustaka karya ilmiah, hasil penelitian atau teori-teori para ahli yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas, sedangkan data primer hanya digunakan sebagai data pendukung, diantaranya peraturan perundang-undangan.

TELAAH LITERATUR

A. Peran Pajak Bagi Pembangunan Negara

Menurut Susilo (2014), Yusuf (2013) bahwa pajak merupakan sektor pemasukan tersebesar kas Negara, Penerimaan Negara dari sektor pajak memegang peranan yang sangat penting untuk kelangsungan system Pemerintahan suatu Negara. Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta bagi masyarakat khususnya wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.

Sebesar 70 % lebih penerimaan Negara Republik Indonesia bersumber dari Pajak, baik pajak Pusat maupun Pajak Daerah. Oleh karena itu Pemerintah terus berusaha menggenjot dan menaikkan target penerimaan Pajak dari tahun ke tahun, hal ini dimaksudkan agar program-program Pemerintah dalam menjalankan roda Pemerintahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan juga. Sebagaimana kita ketahui bersama kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap Pajak masih sangat kurang meskipun tahun-tahun terakhir ini terdapat peningkatan yang sangat baik, tetapi tetap saja sebagian besar masyarakat masih awam tentang pajak, baik cara melaksanakan kewajiban perpajakan dan yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya pengetahuan tentang manfaat dan kegunaan pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara materiil maupun spiritual. Menurut Yusuf (2013), Cempaka, Harwandi dkk (2013) bahwa untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut, maka negara harus menggali sumber dana dari dalam negeri berupa pajak. Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada negara yang terutang, baik sebagai orang pribadi atau badan usaha yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk ikut secara langsung dan bersama-sama melaksanakan pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dan berperan serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

B. PPh Final UMKM: Perbedaan PP 46 Tahun 2013 dengan PP 23 Tahun 2018

Beberapa saat yang lalu (Juni 2018) Presiden Joko Widodo menyosialisasikan revisi peraturan pph final umkm terbaru untuk Wajib Pajak dalam negeri yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas yang memiliki dan menerima peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 Tahun Pajak. Aturan pajak yang biasa dikenal dengan aturan pajak UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) direvisi terutama tarif yang sebelumnya 1% kini diturunkan menjadi 0,5%.

Revisi peraturan perpajakan tersebut disahkan dengan Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2018 pada 8 Juni 2018 lalu. Disahkannya PP 23 tahun 2018 tersebut resmi mengganti dan mencabut PP 46 tahun 2013. Lalu, perbedaan ketentuan apa saja yang ada dalam PP 46 tahun 2013 dengan PP 23 tahun 2018?

Pengecualian Wajib Pajak

PP 46 tahun 2013 tidak mengijinkan wajib pajak – wajib pajak berikut untuk menggunakan PP46 2013, yaitu:

• Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

• Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.

• Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial

• Wajib pajak Badan yang dalam satu tahun telah memiliki peredaran usaha lebih dari Rp 4,8M.

• Bentuk Usaha Tetap.

PP 23 tahun 2018 menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan dari penggunaan tarif PPh final terbaru adalah:

• Wajib Pajak yang memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

• Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.

• Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan atau Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010

• Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Dengan demikian maka PP 23 tidak lagi mengecualikan:

• Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

• Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial

Dengan dihilangkannya pengecualian terhadap dua jenis wajib pajak tersebut, maka PP 23 memiliki cakupan yang lebih luas terhadap wajib pajak.

Jenis Penghasilan yang Menjadi Obyek PPh Final

Jenis penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan tarif pajak penghasilan final antara PP 46 tahun 2013 dan PP 23 tahun 2018 ada yang tetap dan ada yang berubah. PP 46 tahun 2013 menyebutkan jenis penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan tarif pajak penghasilan final adalah penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan atas penghasilan selain dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.

Sedangkan untuk pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Mekanisme pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri dapat dibaca pada Pengkreditan Pajak yang Dibayar / Terutang di Luar Negeri.

Sesuai dengan PP 23 tahun 2018, jenis penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan tarif pajak penghasilan final adalah :

• Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas,

• Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri,

• Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri,

• Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Dapat dilihat pengaturan obyek pajak pada PP 23 lebih jelas dan lebih luas dibanding obyek pajak penghasilan pada PP 46 Tahun 2013.

Dasar Pengenaan PPh Final

Secara prinsip, penghitungan pajak penghasilan final terutang menurut PP 46 tahun 2013 dengan PP 23 tahun 2018 relatif sama, yaitu tarif dikalikan dengan dasar pengenaan pajak. Namun, terkait dengan istilah dasar pengenaan pajak antara PP 46 tahun 2013 dan PP 23 tahun 2018 memiliki pengertian dan penjelasan yang berbeda. Menurut PP 46 tahun 2013 dasar pengenaan pajak untuk penghitungan PPh final adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.

Dalam PP 23 tahun 2018 dasar pengenaan pajak untuk penghitungan PPh final juga peredaran bruto. Perbedaan antara PP 46 dengan PP 23 terletak pada pengertian peredaran bruto. Peredaran bruto dalam PP 23 tahun 2018 adalah jumlah peredaran bruto berdasarkan keseluruhan peredaran bruto dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang untuk wajib pajak badan, dan termasuk peredaran bruto dari istri untuk wajib pajak perorangan. Peredaran bruto yang dimaksud merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. Penjelasan ini tidak terdapat pada PP 46 Tahun 2013.

Ketentuan Tambahan

PP 23 Tahun 2018 memberikan ketentuan tambahan bagi wajib pajak tertentu. Wajib pajak tertentu ini adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria untuk membayar pajak sesuai PP 46 tahun 2013, namun tidak memenuhi ketentuan Wajib Pajak dalam PP 23 tahun 2018, yaitu:

• Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu (di bawah Rp4,8 Miliar) sejak awal Tahun Pajak sampai dengan sebelum Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2018 berlaku, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 1% dari peredaran bruto setiap bulan.

• Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu (di bawah Rp4,8 Miliar) sejak Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2018 berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak 2018, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto setiap bulan.

Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu (di bawah Rp4,8 Miliar) mulai Tahun Pajak 2019, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan

B. Aturan Pemangkasan Pajak UMKM akan Mengacu pada Omzet

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang mengatur tentang tarif pajak penghasilan (PPh) final usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Melalui revisi tersebut, pengenaan tarif PPh final untuk UMKM yang saat ini 1 persen akan diturunkan menjadi 0,5 persen. Peraturan ini akan memberikan pilihan kepada UMKM, mau pakai rezim final atau mau pakai rezim yang menggunakan ketentuan umum.

Lebih lanjut, bahwa pengenaan PPh final untuk UMKM itu akan didasarkan pada omzet. Sehingga pengenaan pajak tidak melihat untung maupun rugi dari pelaku UMKM, melainkan dari omzetnya serta bertarif rendah.

Sementara pengenaan pajak penghasilan bagi yang mengikuti ketentuan umum, PPh terutang berdasarkan laba. Sehingga apabila diketahui ada keuntungan yang diperoleh, barulah pelaku UMKM tersebut dikenakan pajak. Namun apabila ia diketahui merugi, diperkenankan untuk tidak bayar pajak sama sekali.

Pilihan ini disediakan supaya UMKM bisa memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan karakteristik usahanya. Adapun subjek peraturan itu sendiri akan mencakup semua bentuk UMKM yang meliputi perseroan terbatas (PT), persekutuan komanditer (CV), maupun orang pribadi. Pemerintah pun mengatur bahwa revisi PP tidak akan berlaku bagi wajib pajak yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.

Masih dalam kesempatan yang sama, revisi PP ini akan memberikan ketenangan bagi para pelaku UMKM. Kalaupun WP terutang pajak, pada tingkat yang lebih rendah sehingga tidak terlalu memberi tekanan. Lalu kalau tingkatnya lebih rendah, diharapkan semakin banyak UMKM yang nanti bisa mengklaim taat pajak.

DJP pun berharap dengan diterbitkannya revisi PP ini, tidak ada lagi pelaku UMKM yang merasa tetap dikenakan pajak padahal usahanya merugi. Dengan adanya pilihan antara rezim final dan ketentuan umum, mengindikasikan adanya kelonggaran yang diberikan pemerintah bagi pelaku UMKM dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Dengan tetap mendeklarasikan dengan self-assessment, berdasarkan omzet yang memang dicatat oleh wajib pajaknya.

Pendapat yang lain, menurut Sianturi (2018) ketika Presiden RI Joko Widodo telah meresmikan penurunan Pajak Penghasilan (PPh) final Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi 0,5% dari omzet. Tetapi rupanya, kebijakan tersebut tidak membuat pelaku UMKM gembira. Sebab, para UMKM masih harus diwajibkan membuat pembukuan sehingga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Harapan Asosiasi UMKM tadinya, pemerintah bisa memangkas PPh final UMKM hingga 0%. Agar, pelaku UMKM meningkatkan kepatuhan pajak. Menurut mereka-Asosiasi UMKM, di negara lain untuk usaha mikro dan kecil harusnya PPh finalnya adalah 0%.

Kebijakan pemangkasan PPh UMKM tidak signifikan terhadap peningkatan UMKM. Pasalnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi geliat pelaku UMKM. Pertama, menjamin iklim usaha yang sehat. Kedua, meningkatan peredaran uang di masyarakat sehingga bisa berbelanja. Ketiga, memberi akses permodalan seluas-luasnya.

Selain itu, pihak DJP agar mengawasi pengusaha-pengusaha besar yang mencoba berubah menjadi UMKM. Dengan tujuan, menghindari pembayaran pajak yang berujung pada pengurangan pendapatan negara. Juga mewaspadai dan mencermati pengusaha-pengusaha besar yang bermetamorfosis menjadi UMKM dalam rangka menghindari dari pembayaran pajak.

Penurunan PPh UMKM ini merupakan tindaklanjut dari penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 tahun 2018. Beleid ini adalah hasil revisi PP No. 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Salah satu ketentuan yang berubah adalah terkait tarif PPh final yang sebelumnya 1% menjadi 0,5%.

Berbeda lagi pendapat yang dikemukakan Praditya (2018) bahwa Asosiasi UMKM Indonesia menyambut baik PPh itu turun dari 1 persen menjadi 0,5 persen, tapi itu tidak cukup untuk meningkatkan kelas UMKM, terlebih di aturan itu masih ada "tambahan pekerjaan ", yakni harus buat pembukuan, jika UMKM mengalami kerugian usaha. Ini yang banyak UMKM belum mampu.

UMKM selama ini hanya memiliki catatan keuangan sederhana. Karena jika harus membuat pembukuan selain kurang paham juga membutuhkan biaya minimal Rp 5 juta untuk menyewa akuntan. Padahal nominal itu bisa digunakan untuk tambahan modal. Untuk itu, stimulus lanjutan yang harus dilahirkan pemerintah, khususnya Direktorat Jendral Pajak adalah membuat form aplikasi sederhana yang bisa diisi para pelaku UMKM dan mewakili persyaratan pembukuan seperti yang tertuang dalam PPh final yang baru. Tidak hanya itu, Asosiasi UMKM Indonesia juga mengusulkan untuk memberikan insentif kepada UMKM supaya mudah mendapatkan akses permodalan.

Selama ini kalau melakukan pengajuan modal ke perbankan yang utama bukan adanya pembukuan atau tidak, tapi persoalan jaminan. Jadi diusahakan ada point atau syarat, pelaku UMKM tidak menyerahkan jaminan kepada pihak bank. Walaupun diakui sistem tanpa jaminan tersebut memang sulit diterapkan oleh perbankan, untuk itu Asosiasi UMKM Indonesia mengajukan kepada pemerintah memaksimalkan peran Koperasi. Khususnya kepada Menteri Koperasi dan UKM itu harus diberi peran yang lebih. Menteri Koperasi dan UKM tidak bisa membuat kebijakan karena terbentur kebijakan di daerah. Jadi dikehendaki oleh Asosiasi UMKM Indonesia, modal tanpa jaminan itu lewat koperasi-koperasi saja.

PEMBAHASAN

A. Pengertian PPh Final dan Tarif Pajak UKM

PPh Final untuk pajak UKM dikenakan pada Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang memiliki omzet usaha kurang dari Rp 4,8 miliar dalam setahun. Berikut ini adalah penjelasan mengenai pengertian PPh Final untuk Usaha Kecil Menengah (UKM), dasar hukumnya, tarif PPh Final dan cara menyetornya secara online dengan 1 klik, tanpa harus berganti-ganti aplikasi dan antre di bank.

• Pengertian PPh Final/Pajak UKM

Pada dasarnya PPh Final merupakan istilah atau nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2. Ada berbagai macam objek PPh Pasal 4 ayat 2, seperti untuk sewa bangunan, jasa konstruksi, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018, berkaitan dengan pajak UKM, PPh Final adalah pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

• Dasar Pengenaan Tarif PPh final UKM

Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh Final adalah jumlah peredaran bruto (omzet) setiap bulan yang dikalikan tarif PPh final 0,5 persen.

Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.

• Kompensasi PPh Final/Pajak UKM

Wajib pajak yang dikenakan PPh Final / pajak UKM dapat melakukan kompensansi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai tarif PPh Final dengan ketentuan berikut:

• Kompensasi kerugian dilakukan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun pajak.

• Kerugian suatu tahun pajak dikenakannya PPh Final tidak dapat dikompensasikan ke tahun pajak berikutnya.

B. Tujuan Kebijakan Insentif Pajak UMKM

Kebijakan insentif PPh bagi pelaku UMKM merupakan salah satu fasilitas fiskal yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku UMKM untuk mendorong potensi/aktivitas sektor UMKM namun juga akan mengurangi potensi penerimaan pajak pada jangka pendek. Pengenaan tarif pajak final lama bagi UMKM sebesar 1 persen dinilai memberatkan pelaku UMKM dan sering dikeluhkan oleh pelaku UMKM. Kebijakan insentif pajak UMKM memberikan keringanan pajak bagi pelaku UMKM dengan potongan pajak sebesar 0,5%. Dari sisi pelaku usaha, penurunan tarif baru diharapkan menstimulasi munculnya pelaku UMKM baru untuk berkembang dan memberikan ruang finansial (kesempatan berusaha) dengan berkurangnya beban biaya UMKM untuk dapat digunakan dalam ekspansi usaha.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) turut mengapresiasi kebijakan insentif pajak karena dapat meningkatkan peran dunia usaha untuk menggerakkan perekonomian nasional dengan memprioritaskan peran pelaku UMKM daripada pelaku usaha besar. Bahkan kebijakan insentif pajak ini dimaksudkan supaya usaha UMKM dapat naik kelas, yaitu usaha mikro dapat bertumbuh menjadi usaha kecil, usaha kecil menjadi usaha menengah, dan usaha menengah menjadi usaha besar. Pendapat senada diungkapkan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), bahwa kebijakan insentif perpajakan dengan adanya batas waktu penerapan pajak (sunset clause ) akan menarik munculnya pelaku UMKM baru dan mengedukasi semakin banyak pelaku UMKM untuk mengenal platform digital, tertib administrasi dan perpajakan.

Selain itu, pengenaan PPh final pada regulasi lama (PP No.46/2013) tidak memberikan keadilan bagi beberapa WP UMKM karena tetap harus membayar pajak walaupun tidak memperoleh keuntungan/merugi. Selain memberikan kesempatan berusaha lebih, adanya batas waktu dalam penggunaan PPh final baru, pemerintah ingin mendorong agar UMKM belajar menerapkan standar pembukuan dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam usahanya sehingga bisa menerapkan ketentuan PPh yang berlaku secara umum setelah jangka waktu berakhir.

Implementasi kebijakan ini memberikan manfaat bagi WP untuk meningkatkan pengetahuan perpajakan. Penurunan tarif PPh final yang dihitung berdasarkan omzet hanya berlaku dalam jangka waktu tertentu. Kemudian berlaku pengenaan tarif PPh secara umum yang disesuaikan dengan profit/loss usaha UMKM yang tertuang dalam pembukuannya. Sesuai dengan Undang-Undang, tarif PPh WP badan sebesar 25%, sedangkan WP orang pribadi dengan tarif tertentu.

C. Poin Penting dalam PP 23/2018 Tentang PPh Final 0,5%

Tarif PPh Final UMKM resmi turun dari 1% menjadi 0,5%. Perubahan tarif PPh Final UMKM tersebut tercantum dalam PP No. 23 Tahun 2018.

Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu tersebut merupakan pengganti atas PP No 46 Tahun 2013.

Perubahan tarif yang efektif diberlakukan mulai 1 Juli 2018 adalah salah satu poin penting dalam PP baru ini. Namun, ada sejumlah ketentuan yang tidak kalah penting untuk diketahui wajib pajak. Berikut ini 7 poin penting dalam PP No. 23 Tahun 2018

• Tarif Pph Final 0,5% Bersifat Opsional

Pemerintah telah memutuskan untuk meringankan tarif PPh Final menjadi 0,5%. Namun, ketentuan ini bersifat opsional karena wajib pajak dapat memilih untuk mengikuti tarif dengan skema final 0,5%, atau menggunakan skema normal yang mengacu pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Sifat opsional ini memberi keuntungan bagi wajib pajak karena:

Bagi wajib pajak (WP) pribadi dan badan yang belum dapat menyelenggarakan pembukuan dengan tertib, penerapan PPh Final 0,5% memberikan kemudahan bagi mereka untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Sebab, perhitungan pajak menjadi sederhana yakni 0,5% dari peredaran bruto/omzet. Namun, penerapan PPh Final memiliki konsekuensi yakni WP tetap harus membayar pajak meski sedang dalam keadaan rugi.

Sementara, WP badan yang telah melakukan pembukuan dengan baik dapat memilih untuk dikenai PajakPenghasilan berdasarkan tarif normal yang diatur pasal 17 UU No. 36 tentang Pajak Penghasilan.Konsekuensinya,perhitungan tarif PPh akan mengacu pada lapisan penghasilan kena pajak. Selain itu, WP juga terbebas dari PPh bila mengalami kerugian fiskal.

• Pengenaan Tarif Pph Final 0,5% Punya Batas Waktu

Tidak seperti PP No. 46 Tahun 2013, kebijakan terbaru tentang PPh Final 0,5% punya grace period alias batasan waktu.

Batasan waktu yang diberikan pemerintah bagi WP yang ingin memanfaatkan tarif PPh Final 0,5% adalah:

A. 7 tahun pajak untuk WP orang pribadi.

B. 4 tahun pajak untuk WP badan berbentuk koperasi, CV, atau firma.

C. 3 tahun pajak bagi WP badan berbentuk PT.

Setelah batas waktu tersebut berakhir, WP akan kembali menggunakan skema normal seperti diatur oleh pasal 17 UU No.36. Hal ini ditujukan untuk mendorong wajib pajak menyelenggarakan pembukuan dan pengembangan usaha.

• Wp Yang Dikenai Pph Final Berpenghasilan Di Bawah Rp 4,8 M

Ambang batas penghasilan wajib pajak yang dikenai PPh Final tidak berubah yakni senilai Rp 4,8 miliar. Batasan nilai tersebut secara eksplisit menargetkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai target pajak. Pemerintah memang ingin merangkul sebanyak mungkin UMKM untuk masuk dalam sistem perpajakan.

• Siapa Yang Dapat Memanfaatkan Pph Final 0,5%?

Wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh Final 0,5% adalah:

Wajib Pajak orang pribadi

Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, CV, firma, atau PT yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto di bawah Rp 4,8 miliar.

• Siapa Yang Tidak Dapat Memanfaatkan PPh Final 0,5%

Wajib Pajak orang pribadi dengan penghasilan yang diperoleh dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Ini termasuk persekutuan atau firma yang terdiri dari WP orang pribadi berkeahlian sejenis seperti firma hukum, kantor akuntan dan lain sebagainya.

Wajib pajak dengan penghasilan yang diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri.

Wajib pajak yang penghasilannya telah dikenai PPh yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri.

Wajib pajak dengan penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

• Jika Ingin Mengikuti Tarif Skema Normal, Wajib Pajak Perlu Mengajukan Diri

Jika tidak ingin berstatus sebagai wajib pajak PPh 0,5%, Anda harus lebih dulu mengajukan permohonan pada Ditjen Pajak. Selanjutnya, Anda akan mendapatkan keterangan sebagai wajib pajak yang dikenai PPh yang mengacu pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Namun, wajib pajak yang sudah memilih untuk dikenai PPh dengan skema normal tidak dapat memilih untuk dikenai PPh Final 0,5%.

D. Analisa Perkembangan Wajib Pajak dan Kontribusi Pajak UMKM

Menurut Sari (2018) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat jumlah pelaku UMKM Indonesia mencapai hampir 60 juta pelaku usaha pada tahun 2017 yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari 60 juta pelaku usaha, baru ±2,3% (1,4 juta pelaku usaha) terdaftar pada Direktorat Jenderal Pajak dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada tahun yang sama, yang terdiri dari 205.000 WP UMKM badan usaha dan 1.268.000 WP UMKM perseorangan. Dari data tersebut jelas masih banyak pelaku usaha yang belum terdaftar sebagai WP dan ini merupakan potensi pajak baru bagi pemerintah.

Dibandingkan tahun sebelumnya, terdapat kenaikan jumlah WP UMKM sebesar ± 40% (400 ribu pelaku usaha). Adapun 1 juta pelaku UMKM tercatat pada tahun 2016. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan yang sama, diharapkan WP UMKM pada akhir tahun 2018 dapat tumbuh menjadi 1,96 juta pelaku usaha. Adanya kebijakan insentif pajak UMKM menjadi peluang bagi pemerintah memunculkan lebih banyak WP (potensi pajak) UMKM baru yang akan mendorong peningkatan penerimaan pajak nonmigas.

Dengan adanya kebijakan insentif pajak, seperti yang dikemukakan Sari (2018) diharapkan WP pada akhir tahun 2018 dapat tumbuh lebih dari 1,96 juta pelaku usaha. Namun demikian, dilihat dari skala usaha UMKM, potensi WP baru yang dapat menjadi sasaran kebijakan ini lebih berfokus pada kelompok pelaku usaha kecil sejumlah 681.522 pelaku usaha (1,15%) dan pelaku usaha menengah mencapai 60 ribu pelaku usaha (0,1%). Kedua kelompok usaha ini yang “lebih siap” dalam menyetor pajak sesuai aturan yang berlaku, dibandingkan pelaku usaha mikro.

Selain itu, dampak jangka pendek dari implementasi kebijakan insentif ini adalah akan terjadi penurunan penerimaan negara khususnya penerimaan pajak nonmigas pada semester kedua tahun 2018. Menurut Ditjen Pajak, total penurunan penerimaan negara diperkirakan sebesar Rp1 triliun hingga Rp1,5 triliun selama periode Juli hingga Desember 2018. Adapun penerimaan pajak dari PPh final UMKM tercatat sebesar ± Rp5,7 triliun pada tahun 2017. Kontribusi pajak UMKM bersumber dari WP UMKM orang pribadi sebesar ± Rp3,2 triliun dan dari WP UMKM badan sebesar ± Rp2,5 triliun. Namun untuk jangka menengah, kebijakan ini akan memperluas basis pajak dan meningkatkan tax ratio dengan bertambahnya jumlah WP UMKM.

Di antara jenis penerimaan pajak nonmigas, kontribusi pajak dari UMKM masih rendah. Pada tahun 2017, kontribusi penerimaan PPh UMKM nya 2,2% terhadap total penerimaan, lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan PPh usaha besar. Meskipun demikian, tren pertumbuhan penerimaan pajak dari UMKM periode tahun 2013 hingga sekarang bersifat positif. Hal ini mengindikasikan semakin meningkatnya kontribusi sektor UMKM dan adanya perkembangan yang sehat di sektor ini.

E. Upaya Mengatasi Kendala Implementasi Kebijakan

Secara umum, menurut Sari (2018), Amalia (2018) dan Gunarto (2018) karakteristik bisnis UMKM Indonesia adalah pelaku UMKM yang belum mengerti pencatatan atau akuntansi dan masih mengalami masalah dalam penyusunan laporan keuangan. Jadi yang perlu diwaspadai oleh pemerintah adalah timbulnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh pelaku UMKM sebagai akibat dari implementasi kebijakan insentif pajak ini di mana pelaku UMKM dituntut untuk dapat mempelajari administrasi pembukuan.

Batasan waktu yang diterapkan dalam kebijakan ini menuntut pelaku UMKM mempelajari administrasi pembukuan yang nantinya akan menjadi basis perhitungan pengenaan PPh umum ketika kebijakan insentif PPh final ini berakhir. Tentunya biaya operasional tambahan yang harus dialokasikan oleh pelaku UMKM saat adanya pengurangan biaya pajak penghasilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengkompensasi pengeluaran biaya lain, akan menghambat respons pelaku usaha untuk memanfaatkan kebijakan insentif pajak ini. Oleh karena itu, pemerintah (dalam hal ini Kementerian Keuangan) diharapkan dapat membantu dan mempermudah pelaku UMKM untuk memperoleh pengetahuan mengenai pembukuan sederhana disertai aplikasi perpajakan yang mudah dipahami oleh pelaku UMKM.

Perlu disadari bahwa UMKM Indonesia didominasi oleh pelaku usaha mikro (99%) atau sebanyak 59,2 juta pelaku usaha dan yang umumnya tumbuh dengan modal sendiri di tengah-tengah peluang pasar yang ada. Sasaran terbesar kebijakan insentif pajak ini adalah pelaku usaha mikro yang umumnya tidak tersentuh oleh fasilitas dan insentif dari pemerintah. Menurut Ketua Asosiasi UMKM Indonesia, kebijakan insentif pajak sebesar 0,5% dinilai belum efektif apabila diterapkan bagi pelaku usaha mikro.

Belajar dari kebijakan tarif pajak di beberapa negara yang diterapkan bagi pelaku UMKM, tarif pajak dikenakan secara berjenjang untuk berbagai kelompok usaha. Bahkan, telah diberlakukan tarif 0% bagi pelaku usaha mikro dan kecil, sedangkan pelaku usaha menengah masih berkisar 0,5% hingga 1%. Oleh karena itu, pemerintah perlu me-review implementasi kebijakan insentif ini khususnya bagi pelaku usaha mikro dalam jangka waktu tertentu. Apakah kemudian tarif pajak perlu diturunkan lagi dan berapa tarif pajak yang layak diterapkan untuk pelaku usaha mikro. Selain penurunan tarif tersebut, pemerintah perlu memprioritaskan kebutuhan pelaku usaha mikro untuk naik kelas. Untuk mencapai tujuan naik kelas, kebijakan insentif pajak harus dibarengi dengan pembinaan pemerintah terhadap pelaku UMKM yang lebih masif dan diperlukan.

KESIMPULAN

Sektor UMKM berperan strategis dalam struktur perekonomian Indonesia dengan kontribusi sektor UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja. Sehingga UMKM hingga kini masih menjadi salah satu sektor unggulan, bahkan jadi penopang utama perekonomian Indonesia yang terbukti tahan dari berbagai krisis ekonomi yang melanda negeri ini termasuk pada saat terjadinya krisis moneter.

Oleh karena itu, kebijakan insentif pajak penghasilan bagi UMKM yang akan diluncurkan oleh pemerintah merupakan salah satu kebijakan yang tepat untuk semakin mendorong perkembangan sektor UMKM di Indonesia.

Selain mendorong perkembangan UMKM, kebijakan insentif pajak ini juga memberikan dampak negatif bagi penerimaan negara, khususnya penerimaan pajak nonmigas. Untuk itu, upaya pemerintah dengan memberikan ruang fiskal bagi UMKM diharapkan tidak menjadi sia-sia akibat sedikitnya respons pelaku UMKM untuk memanfaatkan kebijakan insentif pajak ini. Pemerintah harus mempersiapkan strategi untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang menghambat pertumbuhan WP UMKM selama jangka waktu tertentu, khususnya pelaku usaha mikro yang mendominasi UMKM di Indonesia.

SARAN

Peneliti menyadari bahwa hasil yang diperoleh dalam tulisan ilmiah ini bukanlah suatu hasil yang mutlak, adanya kelemahan dan keterbatasan penelitian ini dalam prosesnya. Selain itu mengingat penelitian ini merupakan penelitian sosial yang hasilnya dapat berubah mengikuti perkembangan perpajakan ke depan.

Secara garis besar kebijakan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 baru berjalan, namun terdapat beberapa hal yang dinilai menghambat dalam mewujudkan keadilan dari aturan ini.

Oleh karena itu Peneliti mencoba menghimpun dan mengajukan beberapa saran bagi pihak terkait yang berkepentingan untuk menggunakan studi ini sebagai referensi informasi. Dan saran yang Peneliti ajukan diantaranya adalah bahwa pihak yang terkait dalam perpajakan Indonesia antara lain Wajib Pajak untuk lebih aktif dalam memperhatikan aturan-aturan perpajakan agar dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik.

Bagi pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak untuk mencapai pajak yang adil bagi masyarakat, diharapkan dapat menciptakan pemerintahan yang transparan dalam penggunaan uang hasil pajak kepada masyarakat. Hal yang dapat dilakukan dengan mempublikasikan penerimaan dan pengeluaran negara kepada masyarakat luas sehingga masyarakat dapat mengetahui dan menilai pengelolaan dana yang dipungut dari mereka. Dan terus memberikan informasi dan pembinaan kepada wajib pajak untuk mempermudah pemahaman wajib pajak, memberikan timbal balik bagi wajib pajak UMKM yang sudah berkontribusi pada perekonomian negara dan melakukan kewajiban perpajakannya dengan baik. Hal yang dapat dilakukan dengan memberikan fasilitas kepada wajib pajak berupa kemudahan perizinan usaha dan kredit bagi usaha UMKM. Insentif pajak bagi UMKM dengan beberapa kriteria seperti usaha UMKM yang dapat melakukan ekspor, hasil kerajinan yang melestarikan budaya daerah, penggunaan tenaga kerja penduduk setempat yang membantu mengurangi pengangguran, dan lainnya agar UMKM dapat lebih bersaing, menjelaskan peraturan hendaknya dibuat dengan bahasa yang lebih dapat dipahami wajib pajak.

Kemudian perlu juga untuk menghimpun dan mengkodefikasi semua peraturan yang ada agar lebih mudah memperoleh informasi peraturan dan memahaminya. Selain itu akan lebih baik dibuat mekanisme institusi untuk mengurangi frekuensi amandemen peraturan, menghindari penerapan peraturan di tengah tahun saat aturan lain sedang berlangsung agar tidak mempersulit catatan dan perhitungan wajib pajak, melakukan sosialiasi dengan cara yang lebih dapat diterima wajib pajak melalui berbagai media dalam rangka memberikan pelayanan pembinaan kepada wajib pajak, menerapkan Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2018 sebagai opsi wajib pajak yang memang benar rugi dengan melakukan kompensasi kerugian sesuai haknya.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Shinta. Dari PP 46/2013 Hingga PP 23/2018. Working Paper. Pegawai Direktorat Jenderal Pajak. 2018.

Andreas, Damianus. Kemenkeu: Aturan Pemangkasan Pajak UMKM Akan Mengacu Pada Omzet. Working Paper. https://tirto.id/kemenkeu-aturan-pemangkasan-pajak-UMKM/.2018.

Cempaka, Michelia Annisa. Ihestin De Harwandi dkk. Pengaruh Pajak Terhadap Perekonomian Indonesia. Working Paper. Universitas Andalas. Padang. 2013.

Gunarto, Elsa. PPh Final UMKM : Perbedaan PP 46 Tahun 2013 dengan PP23 Tahun 2018. Working Paper. 2018.

Praditya, Ilyas Istianur. Aosiasi Nilai PPh Final 0,5 Persen Belum Ampuh Dorong UMKM Naik Kelas. Working Paper. https://www.merdeka.com/uang/asosiasi/.2018.

Putera, Andri Donnal. Melihat Detil Aturan Tarif PPh Final UMKM 0,5 Persen. Working Paper. https://ekonomi.kompas.com/read/2018/06/26/090800326/. 2018.

Putra, Dwi Aditya. Terbongkar, Ini Tujuan Pemerintah Jokowi Turunkan Pajak UMKM Hingga Jadi 0,5 Persen. Working Paper. https://www.merdeka.com/. 2018.

Rahayu, Ratih. 5 Manfaat Penetapan PPh Final 0,5% Untuk UMKM. Working Paper. https://www.warta ekonomi.co.id/. 2018.

Sari, Rafika. Kebijakan Insentif Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Jurnal Ilmiah. Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik. Info Singkat : Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis. Vol. X, No. 12/II/Puslit/Juni/2018.

Saksama, Yoga.H. Kapan UMKM Dikenakan PPh Final 0,5% ? Ini Kata Ditjen Pajak. Working Paper. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4097538. 2018.

Sianturi, Hendry Roris P. Pemerintah Pangkas PPh UMKM, Asosiasi : Tidak Menggembirakan Bagi UMKM. Working Paper. https://www.gatra.com/rubrik/ekonomi/328380/. 2018.

Susilo, Andrew. Lazio Akbar. Peran Pajak Bagi Pembangunan Negara.Working Paper. https://andri soesilo.com/2014/12. 2014.

Suwiknyo, Edi. PPh 0,5% Resmi Berlaku, Kontribusi Pajak UMKM Diyakini Sangat Signifikan. Working Paper. Diakses 22 Juni 2018.https://financial.bisnis.com/read/20180622/10/808509/pph/05/. 2018.

Yusuf, Maulana. Manfaat Pajak Bagi Bangsa Indonesia. Makalah Perpajakan. Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Bina Putra Banjar. 2013.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.